Cerita Dewasa Wawancara Skripsi Bersama Ida Bagian 2

Peristiwa yg kuceritakan ini baru awal dan pemanasan, karena hanya kebetulan dan kesempatan kami sangat sempit. Karena itu, meskipun kami belum janjian untuk mengulanginya, tapi mesti kami usahakan mengulangi dalam waktu singkat di tempat yg lebih aman, bebas dan waktu yg tak terbatas. Apalagi karya ilmiahnya masih sementara dalam proses, sehingga kami akan terus berkomunikasi dan saling memberi kenikmatan.


Cerita Dewasa Wawancara Skripsi Bersama Ida Bagian 2


Setelah kubuktikan pada Ida di kamar kerjaku tentang arti selingkuh yg sebenarnya sesuai judul penelitian karya ilmiahnya, kami memang sepakat untuk mengulanginya kembali dalam waktu singkat di tempat yg lebih memberi ruang keleluasaan.


Hanya berselang sepekan, tepatnya Hari Sabtu Sore, aku ke rumah Ida setelah sebelumnya Ida menelponku agar datang ke rumahnya menerima seluruh biaya penyusunan karya ilmiahnya meskipun penyusunannya belum tuntas 100%.

Istriku yg menerima telpon itu nampak gembira dan meminta saya agar segera ke rumah Ida menerima uangnya, apalagi istriku saat itu sangat membutuhkan uang belanja.

“Silahkan masuk kak, pintunya tdk terkunci kok” teriak Ida dari dalam rumah setelah aku mengetuk pintu rumahnya. Ia seolah menunggu dan lebih dahulu melihat kedatanganku.

“Selamat sore Ida” ucapanku setelah kubuka pintu rumahnya.

“Silahkan duduk kak, tdk usah malu-malu. Saya hanya sendirian kok” kata Ida setelah aku berdiri di ruang tamunya seolah ia sengaja agar aku tdk segan-segan bertindak dan berbicara dengannya.

“Ke mana semua keluarga Ida? Kok kamu berani sendirian di rumah?” tanya aku ketika sedang duduk di kursi sofanya yg empuk itu.

“Mereka semua jenguk nenek yg sedang sakit di kampung kak,” katanya.
“Tapi adik Ida memang terbiasa ditinggal sendirian di rumah?” tanyaku.

“Wah itu soal biasa kak. Khan nggak ada yg ditakutkan sebab di sini cukup aman, lagi pula di lingkungan ini cukup ramai” jawabnya lagi.

Setelah aku berbincang panjang lebar soal umum dan soal pribadi Ida serta keluarganya sambil menikmati hidangan kue yg sejak tadi menunggu di atas meja, Ida lalu memandangku dengan tajam, lalu mekangkah ke dekat pintu dan menguncinya rapat-rapat.

Aku hanya terdiam sambil memperhatikannya. Dalam hati kecilku bertanya ada maksud apa Ida memanggilku ke rumahnya setelah kedua orangtua dan keluarga lainnya di rumah itu sedang tdk ada. Jangan-jangan ia menipuku atau ingin melanjutkan peristiwa singkat dalam kamar kerjaku minggu lalu itu.

“Kak, kita ke atas yuk, di sini nggak aman dan bebas kok, sebab sedikit-sedikit ada tamu yg datang jika mereka ketahui ada orang di dalam rumah. Maklum bapak khan pengusaha yg luas jaringannya” kata Ida lembut sekali setelah menutup pintu dan mencabut kabel telpon rumahnya dari pesawatnya.


Ia segera menarik tanganku dan menuntunku ke lantai atas rumahnya di mana kamar belajarnya berada. Aku hanya menuruti apa yg dimintanya, lagi pula aku senang dan gembira mau terima uang dari Ida, yah syukur-syukur jika ia bersedia memberi bonus khusus buatku.

Setelah aku dipersilahkan duduk di kursi yg ada dalam kamarnya, Ida lalu duduk di atas rosbannya yg cukup rapi dan tertata dengan seprei berwarna biru yg dihiasi sulaman kembang berwarna kuning emas.

Baunya yg harum menyengat ke hidungku hingga aku terpesona dan sedikit menikmati suasana damai, tenang dan bahagia dalam ruangan itu seolah mengingatkanku di malam pertama ketika aku masih pengantin baru.

Sore itu aku hanya termangu memperhatikan suasana yg ada dalam kamarnya tanpa aku banyak bicara. Sesekali memperhatikan tubuh Ida yg terbungkus baju warna putih dengan celana kain setengah panjang yg agak tipis namun indah dan bersih sekali lagi harumnya yg tdk mau hilang di hidungku.

Aku sangat berat, segan dan malu diperlakukan seperti raja oleh Ida, apalagi selaku orang yg punya istri, tentu takut bertingkah macam-macam di depan Ida yg serba istimewa.

“Ida, aku tdk bisa lagi menggambarkan bagaimana perasaanku saat ini berada dalam kamar bidadari.

Sungguh aku mempunyai keberuntungan luar biasa bisa kenalan dan berhubungan dengan adik. Aku diperlakukan seperti raja diraja. Aku sangat menyesal kawin terlalu cepat” ucapanku mengagumi segala apa yg kurasakan saat itu.

Mendengar ucapanku itu, Ida hanya menatapku tajam sambil tersenyum sesekali pandangannya turun ke arah selangkanganku. Aku bisa membaca maksiud isi hatinya, tapi aku tetap pura-pura bersikap pasif.

Ida seolah tdk memperlihatkan rasa malu, segan dan takut lagi di depan saya setelah ia mengetahui kebejatan moral saya. Bahkan nampak ia lebih berani dan lebih aktif di depanku.

“Kak, aku tdk pernah menyangka bisa menikmati hubungan sex bersama dengan orang yg selama ini kukagumi. Aku sebenarnya bahagia tapi sekaligus menyesal karena kehormatan dan keperawananku terpaksa kuserahkan dan dinikmati oleh suami orang lain yg tdk mungkin bisa kumiliki sepenuhnya.

Padahal pria yg kusayangi selama ini berkali-kali mendesak dan meminta tapi aku tetap mempertahankannya dengan alasan melanggar norma-norma agama, nanti setelah nikah dan berbagai macam alasan lainnya.

Kenapa ini terjadi kak dan kenapa bukan pada saat kak masih bebas menentukan pilihan? Kenapa kak, kenapa dan kenapa…” tiba-tiba Ida berbicara terbuka, panjang lebar dan penuh dengan kesedihan.

Dengan suara tangis terisak-isak yg ditandai air mata membasahi pipinya, aku yakin Ida sangat menyesal dan tdk mampu menolak keinginan bejatku ketika aku menunjukkan bukti perselingkuhan di kamarku ketika itu.

Ia berkali-kali berteriak mempertanyakan nasibnya sambil memeluk dan mencium pipiku sehingga bahu dan pipiku juga ikut basah oleh air matanya.

“Ida, aku mohon maaf adik sayang. Aku khilaf ketika itu dan aku terlalu bernafsu melihat kecantikanmu. Apalagi sikap kelemah lembutanmu di depanku membuatku terangsang, karena hal seperti sulit kudapatkan dari istriku yg sedikit keras dan kasar sikapnya.

Sekali lagi maaf dik, aku juga ikut menyesali sikapku yg kurang ajar dan kurang mengerti diri. Maukah kamu memaafkan kesalahanku sayang…?” kataku menyampaikan rasa penyesalanku sambil mengelus rambut dan pipinya yg masih bersandar ke bahuku.


Cukup lama kami saling merangkul. Namun di sela-sela rangkulan itu, kami seolah tersengat seteron listrik. Kami bukan menyesali dan menghindari terulangnya peristiwa itu, malah kami saling berpagutan tanpa kuketahui siapa yg memulai.

Ida lahap sekali mencium dan mengisap bibir dan lidahku. Akupun memberikan sambutan yg sama. Tangan kami saling bergerak lincah menggeraygi tubuh masing-masing secara berlawanan. Kali ini, sedikitpun tdk ada rasa malu, ragu dan takut ada orang lain yg mengetahuinya, sebab pintu rumah Ida terkunci rapat dan kamipun berada di lantai atas sehingga suara kami sulit terdengar oleh orang lain sekalipun kami berteriak keras.


Meskipun aku sedikit sadar dan mengingat apa yg baru kami sesali, namun aku sengaja tdk mau mengingatkan Ida, sebab aku lagi senang dan juga hal seperti ini sudah terlanjur kami lakukan.

 Tanpa kusadari, Ida sudah membuka kancing bajuku dan melepaskan dari tubuhku. Ia menyerang sangat lincah dan seolah lupa segalanya. Ia menyapu seluruh tubuhku dengan ciuman dan jilatan, mulai dari wajah, dagu, leher, bibir dan mulut hingga ke pusar. Tangannya sangat aktif merangkul dan meraba-raba tubuhku hingga masuk ke selangkanganku dari atas ke dalam celanaku.


Akupun tdk mampu menahan tangan yg sejak tadi bergerak-gerak ingin memegang benda-benda kenyal dan langkah ditemukan di pasaran yg ada pada tubuh Ida. Meremas-remas kedua payudara Ida yg masih keras dan ukuran sangat sederhana, membuka kancing baju dan BH serta mengelus-elus kelentit Ida yg mungil lagi keras adalah menjadi aktifitas khusus kedua tangan saya tanpa komando dari siapa-siapa. Semua ini kami lakukan dalam keadaan berdiri di depan tempat tidur Ida.


“Kak, cepat kak. Aku sudah tak tahan lagi. Ayo Kak cepat,” bisik Ida berkali-kali di dekat telingaku.
Nafasnya terasa hangat sekali dipipiku.

“Sabar sayang, aku akan memberikan kenikmatan luar biasa hari ini. Kali ini kita bebas, aman dan tak ada gangguan sedikitpun untuk menikmati segalanya. Sabar sayang… Aku pasti memuaskanmu” bisikku sambil melonggarkan ikat pinggangku agar Ida mudah memasukkan tangannya.

Ida nampaknya tdk sabar lagi. Ia kali ini menurunkan celanaku lalu menarikku naik ke atas tempat tidur setelah aku betul-betul telanjang bulat. Aku turuti saja kemauannya, bahkan setelah ia duduk di pinggir tempat tidur, aku segera menarik celananya turun hingga terlepas semua dari tubuhnya.


Kini kami berpelukan dalam keadaan bugil tanpa sehelai kainpun di tubuh kami. Aku merebahkan tubuhnya ke atas kasur dengan kedua kaki tetap tergantung namun kedua pahanya agak terbuka, sehingga terlihat dengan jelas memeknya yg basah, bersih dan agak montok, bahkan biji yg tumbuh di sela-sela lubang kemaluannya itu nampak menantang dan indah.


“Ayo kak, masukkan cepat kak. Aku ingin sekali menikmati burungmu itu. Aku sangat ketagihan. Cepat kak, ayo kak,” kembali Ida meminta aku memasukkan k0ntolku ke dalam kemaluannya yg sudah basah dan sedikit terbuka itu.

Berkali-kali ia memintaku dengan nafas terengah-engah seolah sesak. Bahkan kali ini ia meraih k0ntolku dan menuntun ke arah memeknya, tapi aku tetap menahannya dan mermbiarkan ia semakin penasaran agar kami bisa bermain lebih lama di kamarnya.

Berkali-kali pintu rumahnya terdengar diketuk-ketuk orang, tapi Ida tetap tdk peduli. Ia yakin kalau itu hanya tamu bapaknya, sementara bapaknya besok baru pulang karena baru tadi siang berangkatnya. Ia konsentrasikan dirinya pada kenikmatan yg ia harapkan segera kuberikan.


Setelah aku puas memainkan lidah, bibir dan mulutku pada seluruh tubuhnya, terutama pada rongga mulut, payudara dan rongga kemaluannya, lalu secara pelan-pelan ujung k0ntolku menyentuh bibir memeknya, sehingga pinggulnya terangkat-angkat secara otomatis dan sesekali merangkul pinggulku dan menariknya turun, namun tetap kupertahankan untuk tdk terburu-buru.


Karena lincahnya menggerakkan dan memutar pinggulnya kiri kanan, maka pertemuan kedua benda asing itupun sulit dihindari. Bahkan secara tdk sengaja kepala k0ntolku masuk dan nempel ke lubang memeknya bagaikan ditarik oleh sebuah magnit.

Akupun rasanya sulit lagi memancing dan menarik keluar, sehingga perlahan tapi pasti ujung k0ntolku menyelusup masuk sedikit demi sedikit hingga amblas seluruhnya.

Gerakan refleks pinggul kami secara otomatis berputar dan maju mundur mengikuti aliran kenikmatan yg kami rasakan masing-masing. Suara desiran dan lenguhan dari mulut kami berdua tdk bisa lagi tertahankan sebagai pertanda kami mengalami kenikmatan yg tiada taranya.

“Auh… Uuuhhh… Sssttt… Aduhhh… Aakhh…” suara itulah yg senantiasa mewarnai kesunyian dalam ruangan itu. Untungnya suara kami tdk dapat terdengar oleh tetangga Ida, sehingga keluar secara bebas mengikuti alur kenikmatan tanpa kami mengontrolnya.

“Kak, aku nikmat sekali. Gocok terus kak. Jangan berhenti, aduhhh… Ahkhkh… Uhhh… Mmmhhh” ucapan Ida ketika aku semakin mempercepat gerakan pinggulku dan sesekali berhenti sejenak karena capek.


Namun, gerakan maju mundur sulit sekali kami lakukan karena kedua kaki Ida melingkar kepunggungku dengan eratnya, sehingga aku hanya mampu memutar kiri kanan. Tangan Ida terus merambah ke seluruh tubuhku, bahkan terkadang menjambak rambutku.

Sementara tanganku juga bergerak terus mencari sasaran yg lebih nikmat. Kadang meremas-remas kedua payudara Ida dengan kerasnya dengan maksud agar Ida mau menurunkan kedua kakinya yg melingkar, tapi tetap saja seolah sudah diikat.

“Kak, rasanya aku mau keluar. Aku tak mampu menahan lagi. Biar yah kak? aaahhh… Ukhhh… Iiihhh… Mmmhhh… Aaakhh” kata Ida dengan suara seolah tdk ditahan-tahan lagi.

Aku hanya mengangguk sebagai tanda persetujuanku. Ia sedikit berteriak ketika aku berusaha mendorong keras k0ntolku sehingga terasa menyentuh benjolan daging dalam rahimnya. Bersamaan dengan gerakan cepat dan kerasku itu, sekujur tubuh Ida terasa gemetar. Tangannya dengan keras menjambak rambutku serta mencakar-cakar punggungku.


Namun hal itu tdk berlangsung lama, karena saat itu pula kurasakan ada cairan hangat menyelimuti seluruh batang k0ntolku, lalu ia melepaskan jepitan kedua kakinya di punggungku dan jatuh dengan lemas ke lantai bersamaan dengan melemasnya seluruh tubuhnya.

Aku kira ia pingsan, tapi setelah kurasakan nafas dan detak jantungnya yg keras, aku yakin kalau ia hanya capek dan setengah sadar akibat kenikmatan.

Setelah Ida tdk berdaya lagi, aku berdiri lalu mengangkat kedua kaki Ida ke atas tempat tidur sehingga terlentang, meskipun k0ntolku belum menumpahkan cairan kenikmatan yg kental, namun aku biarkan saja dulu Ida istirahat karena waktu masih panjang yakni baru jam 7.30 malam.


Kami berada di rumah itu sekitar 3 jam lebih. Alasan keterlambatanku pada istri, bisa kupikirkan sebentar setelah aku menyelesaikan tugas utamaku di kamar Ida. Sambil Istirahat, aku membakar sebatang rokok, biar lebih santai dan sedikit bijaksana pada Ida yg terlalu capek.

Sepuluh menit kemudian, aku semakin penasaran ingin merasakan nikmatnya jika k0ntolku masuk dan memuntahkan peluru ke dalam memek Ida. Aku sengaja bermaksud memuncratkan spermaku ke dalam memek Ida karena pengalamanku menunjukkan lebih nikmat dibanding muncrat di luar, apalagi aku tdk takut dibuahi oleh zat telur Ida, karena ia sudah keluar duluan.

Karena itu, niatku hanya memuaskan diriku sendiri dengan cepat setelah Ida mengalaminya, agar ia tdk tambah capek lagi.

“Maaf kak, aku tertidur. Kukira Kakak juga tidur. Aku betul-betul tdk sadar tadi. Mungkin karena terlalu dibuai kenikmatan” kata Ida padaku ketika ia terbangun dan melihatku memainkan puting susunya dengan mulut dan tanganku secara bergantian.


Aku sangat terangsang memandang seluruh lekuk-lekuk tubuhnya yg telanjang bulat sejak tadi sambil mengisap rokokku. Setelah Ida memeluk tubuhku dan mencium pipiku, ia bertanya:

“Apakah kak juga merasa puas seperti aku?” tanya Ida serius.

“Aku puas menikmati tubuhmu dik, cuma aku belum sampai ke puncaknya” jawabku sambil memeluk Ida dan meletakkan paha kananku menindis memek montoknya yg belum banyak ditumbuhi bulu-bulu itu.

“Jadi kak mau lanjutkan untuk menuju ke puncak sekarang” tanya Ida sambil tersenyum, lalu kembali memelukku dengan erat.

“Sebelumnya aku mohon maaf dik Ida. Banyak sekali teknik dan gaya sex yg ingin kutunjukkan padamu, tapi kulihat Ida sudah terlalu capek dan sudah cukup menikmati perselingkuhan kita hari ini, maka aku rasa adik tdk keberatan jika ronde kedua ini hanya untuk kenikmatan pribadiku” kataku hati-hati pada Ida agar ia tdk tersinggung.

Cerita Dewasa Wawancara Skripsi Bersama Ida Bagian 2


“Terima kasih kak atas kebijaksanaannya. Aku justru senang dan merasa berkewajiban melayani kak hingga puncak kepuasan. Masa sih aku senang sendiri membiarkan kak pulang dengan rasa penasaran tanpa kesan puas” kata Ida pasrah, bahkan merasa berkewajiban untuk memuaskanku.

“Terima kasih dik atas kesediaannya, mmm… Cup…” kataku lalu mengecup bibirnya berkali-kali sebagai tanda kegembiraanku.

Burung kenikmatanku yg berdiri mengacung sejak tadi, seolah memaksa tanganku untuk membalikkan tubuh Ida ke posisi nungging. Ida pun pasrah menerima tindakanku.

Namun karena ia masih lemas, ia hanya bisa rapatkan wajahnya ke kasur dengan pantat diangkat tinggi-tinggi. Kali ini aku tdk banyak mempermainkan tubuhnya, karena aku memang tdk bermaksud memuaskannya.

Kebutuhanku cuma satu yaitu menumpahkan spermaku ke dalam memeknya. K0ntolku yg berdiri keras segera kuarahkan masuk ke lubang memeknya dari belakang dan ternyata bisa masuk dengan mudah karena posisi pinggulnya terangkat tinggi-tinggi lagi pula masih sedikit basah sebab belum sama sekali ia melapnya sejak peristiwa yg baru ia alami.


“Kak, agak sakit kak. Aku kurang enak melakukan posisi seperti ini. Gimana kalau kak tidur terlentang lalu aku yg aktif menduduki burung kak? Nggak keberata khan?” tawaran Ida seolah tdk suka nungging.

“Tdk masalah dik. Posisi apa saja asalkan kak bisa muncrat” kataku sambil mengeluarkan k0ntolku dari dalam memeknya dan terus tidur dengan sedikit mengganjal pinggulku dengan bantal kepala agar posisi k0ntolku bisa lebih ke depan dan terasa lebih panjang masuk ke memeknya.


Ida mulai mengangkangiku sambil menguak kedua bibir memeknya dengan kedua tangannya, sementara aku membantu mengarahkan k0ntolku agar lebih mudah masuknya. Ternyata betul, tanpa kesulitan sedikitpun, k0ntolku masuk menyelusup damn amblas seluruhnya.

Aku tdk tahu apakah Ida juga bisa merasakan kenikmatan atau tdk, tapi aku merasa nikmat sekali. K0ntolku terasa seolah dipijit dan diurut oleh sesuatu benda halus dan hangat.

Loncat-loncat sambil memutar pinggulnya nampaknya sudah jadi aktifitas khusus bagi Ida saat itu. Kepalanya melenggok kiri, kanan, maju dan mundur dengan rambut terurai. Nafas terengah-engah pertanda capek.


Aku hanya membantu dengan mengangkat pinggul mengiringi gerakan pinggulnya. Ida nampaknya memaksa kekuatannya untuk memuaskanku semakin lama semakin cepat gerakannya. Beberapa menit kemudian, aku mulai ada tanda-tanda mau muncrat. Terasa dari cairan hangat mulai mendesak keluar seolah mengiringi aliran darahku.


Tubuhku mulai mengejang yg dibasahi keringat. Semakin lama, semakin cepat dan semakin keras gerakan Ida, rasanya semakin mengejang pula seluruh saraf-saraf kenikmatanku. Cairan hangat yg terasa dari ujung perutku semakin sulit ditahan dan dibendung, apalagi aku tdk bermaksud menahannya sebab itulah yg ketunggu-tunggu sejak tadi.


Suara “Auh… Uuukkhhh… Aiihhh” itulah yg senantiasa terdengar dari mulutku, sementara Ida hanya terdiam, namun tdk pernah berhenti bergerak dan bergoyang pinggul di atasku.

“Ida, terus, cepat, semakin keras lagi, ayo terus,” pintaku dengan napas terputus-putus pada Ida.


Namun baru aku mau minta izin pada Ida agar aku bisa keluarkan spermaku ke dalam memeknya, sperma itupun tumpah dengan sendirinya tanpa bisa lagi ditunda setapak pun. Bersamaan dengan itu, aku mengangkat pinggulku dan kepalaku untuk merapatkan tubuhku pada Ida dan meraih kedua payudaranya yg loncat-loncat dengan indahnya sejak tadi serta menarik-nariknya dengan keras.


Namun Ida membiarkanku, bahkan ia mulai juga melenguh seolah merasakan suatu kenikmatan. Baru aku mau melemaskan seluruh otot-ototku yg sejak tadi kejang-kejang akibat kenikmatan luar biasa, tiba-tiba Ida menyelusupkan tangannya masuk ke selangkangannya dan memegang k0ntolku yg sedikit mulai loyo seolah ia belum mau keluarkan dari memeknya.

Aku tersentak kaget, karena aku tdk bermaksud membebaninya dengan kenikmatan lagi, apalagi jika sampai terangsang lagi. Bisa-bisa zat kelaminku dibuahinya.

Setelah kuyakini kalau Ida juga mulai terangsang, aku justru khawatir ia bisa kecewa jika tdk bisa sampai ke puncaknya. Aku sama sekali tdk menygka hal itu bisa terjadi di saat-saat kekuatanku habis terkuras.

Aku tdk memiliki lagi modal untuk memuaskannya. Untung saja aku bisa sedikit memaksa agar k0ntolku bertahan di tempatnya mumpun masih ada sisa-sisa cairan di dalamnya sehingga masih sedikit berdiri. Aku membantunya memegang terus dan tdk banyak bergerak agar tdk terlepas dari mulut memeknya.

Dengan bantuan jari tengahku, aku gerak-gerakkan k0ntolku ke dalam memeknya dan ternyata Ida bisa menikmatinya. Untung saja Ida sudah berada di ambang pintu kenikmatan sehingga aku tdk perlu terlalu lama memainkan tanganku, apalagi ada kekhawatiran Ida akan kecewa jika aku berhenti tanpa ia puas.


Iapun merapatkan wajah dan tubuhnya di atas dadaku sebagai tanda kepuasannya. Aku kembali lega dan bahagia karena ia bisa kembali merasakan kenikmatan kedua kalinya.

Setelah kami bangkit dari tempat tidur itu dan selesai membersihkan kemaluan kami, bahkan mandi bersama dalam kamar mandi khususnya, aku lalu kembali duduk di kursi. Sementara Ida duduk di atas pangkuanku sambil melingkarkan tangannya ke leherku dalam keadaan kami masih bugil


Entah bagaimana pikiran Ida ketika itu, tapi aku tak pernah berhenti memikirkan kalau-kalau Ida hamil, apa jadinya nanti. Kami bisa malu seumur hidup, apalagi jika ketahuan orang banyak.

“Kak, kenapa termenung? Apa kak kecewa dan tak puas atas layananku tadi atau menyesal memenuhi panggilanku ke sini?” tanya Ida saat aku terdiam sejenak memikirkan akibat perbuatan kami. Teguran Ida membuatku kaget.

“Tttitdk, aku hanya takut kamu tdk puas dan kecewa tadi” alasanku.

“Saya tahu yg kak pikir, pasti takut aku tdk bayar biaya penyusunan karya ilmiah itu, yah khan?” kata Ida mencoba menebak isi pikiranku.

“Bukan itu dik, aku sama sekali tak pikir ke situ. Lagi pula aku berat dan malu memikirkan hal itu setelah Ida memberiku segalanya” kataku.

“Lalu apa yg kak pikirkan? Jangan-jangan kak takut dimarahi istrinya. Jangan khawatir kak, khan masih belum larut malam. Kak bisa buat alasan yg bisa meyakinkan istrinya. Masa sih dekat istri kak bisa selingkuh denganku, lalu hanya soal pulang terlambat tdk bisa diakali” katanya.


Setelah puas bercumbu rayu di atas kersi, kami lalu sama-sama bangkit dan mengenakan pakaian. Setelah itu, Ida menarik laci mejanya dan mengeluarkan sejumlah uang dari dompetnya lalu menyodorkanku.

Setelah beberapa kali kutolak dan kusampaikan rasa beratku, akhirnya aku ambil juga uang itu setelah aku tak berdaya menolaknya. Setelah kuhitung, justru lipat dua kali lebih banyak dari kesepakatanku semuka.

Aku berusaha mengembalikan sisanya, tapi ia tetap memaksaku mengambilnya. Berkali-kali kuucapkan terima kasih dan berjanji akan mengenang jasa-jasa baiknya itu, tapi ia hanya senyum, lalu berkata:

“Kak, tolong jangan menolak pemberianku. Aku memberimu itu semata-mata karena bahagia, senang dan bangga bisa menikmati sex pertama kali dari pria yg sebenarnya sangat kukagumi, apalagi mau membantu dalam proses penyelesaian kesarjanaanku. Malah itu belum cukup kak” katanya padaku.


Kami saling berjanji akan memperaktekkan semua posisi sex di lain waktu dan sebelum aku pamit, ia memintaku agar aku menemaninya malam itu agar kami bisa mengulangi hubungan sex kami beberapa kali lagi. Tapi setelah kuutarakan resikonya pada istriku, akhirnya ia mengerti dan mengizinkan aku pulang agar perselingkuhan kami tdk bocor. Bahkan sebelum aku keluar dari pintu rumahnya, ia sempat menciumku dan berkata:

“Kalau aku hamil atau tdk ada laki-laki yg mau mengawiniku akibat hubungan kita ini, apa kak mau tanggungjawab mengawiniku?” tanya Ida seolah main-main karena ia ucapkan sambil tertawa.


Namun hal itu bisa saja terjadi sewaktu-waktu. Setelah aku kaget dan merenung sejenak:

“Apa boleh buat dik, itu namanya resiko yg harus dipertanggungjawabkan. Mudah-mudahan tdk terjadi dik, malah aku akan tanggungjawab carikan jodohnya dengan cepat ha.. Ha.. Ha,” jawabku sambil ketawa lalu pergi.

Setelah aku sampai di rumah, aku langsung menyerahkan uang itu pada istriku dan ia gembira sekali karena jumlahnya melebihi kebutuhan mendesaknya. Iapun sempat bertanya soal keterlambatanku pulang, namun seolah tak serius.

Aku hanya beralasan kalau ayahnya Ida memintaku bincang-bincang soal kemudahan penyelesaian kesarjaan anaknya, meskipun semua itu kebohongan belaka agar ia tdk curiga. Aku lalu ke tempat tidur dan aku memang tidur dengan pulas karena kelelahan.

Cerita Dewasa Wawancara Skripsi Bersama Ida Bagian 1

Bagi teman-teman yg tertarik kisahku ini, silahkan ikuti terus lanjutan kisah seruku bersama Ida, karena hal ini nampaknya agan berlanjut beberapa kali lagi atau jika mau kenalan denganku, dapat menghubungi emailku.


Tamat - Bagian 1

Related Posts

Cerita Dewasa Wawancara Skripsi Bersama Ida Bagian 2
4/ 5
Oleh